NASIONAL – Sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Siman Bahar sebagai tersangka pada 5 Juni 2023, peta kekuasaan dalam dunia pertambangan emas ilegal di Kalimantan Barat mengalami pergeseran signifikan. Sosok baru berinisial AS kini diduga menggantikan posisi Siman Bahar, menguasai bisnis ilegal ini yang terus berlanjut meski ada upaya pemberantasan.
Melemahnya pengaruh Siman Bahar tidak menghentikan aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Sebaliknya, jaringan perdagangan emas ilegal tetap berjalan di bawah kendali AS yang semakin memperkuat posisinya. Bisnis ini diperkirakan membutuhkan modal besar, mencapai Rp5 miliar per hari atau sekitar Rp150 miliar per bulan. Dengan perputaran dana yang sangat besar, AS diyakini memiliki jaringan yang cukup kuat untuk mempertahankan dominasinya dalam bisnis ilegal ini.
Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Kalimantan Barat, M. Rifal, memberikan perhatian serius terhadap fenomena ini. Ia menjelaskan, “Di Kalimantan Barat, hanya ada proses pemurnian emas, belum ada pengolahan hingga menjadi produk akhir. Perdagangan emas ilegal ini membutuhkan pihak yang mampu menampung, membeli, dan membawanya keluar dari Kalimantan Barat untuk dijual secara legal. Mungkin sosok AS lah yang dianggap mampu oleh para pemain ilegal ini,” ujarnya dalam wawancara, Senin (25/3).
M. Rifal juga mengkritik penegakan hukum yang selama ini lebih sering menyasar penambang kecil di lokasi tambang, sementara para cukong besar yang menyediakan modal dan membiayai aktivitas ilegal ini justru masih bebas beroperasi. “Para penambang ini tidak akan bisa beroperasi tanpa adanya donasi atau investasi dari pihak yang lebih besar,” tambahnya.
Lebih lanjut, Rifal mempertanyakan keberlanjutan hasil emas ilegal yang diproduksi. “Tidak mungkin ada pengolahan emas di Kalimantan Barat. Pasti, setelah dimurnikan, emas hasil PETI tersebut akan dikirim keluar Kalimantan Barat sebagai bagian dari rantai produksi akhir,” ungkapnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, aktivitas PETI di Kalimantan Barat telah merugikan negara hingga Rp1.020 triliun pada 26 September 2024. Kerugian tersebut berasal dari hilangnya cadangan emas sebanyak 774,27 kg dan perak sebanyak 937,7 kg. Jika kondisi ini terus dibiarkan, kerugian negara diperkirakan akan semakin meningkat.
Maraknya aktivitas PETI dan munculnya AS sebagai pemain utama dalam bisnis ilegal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum di Kalimantan Barat masih belum efektif. Oleh karena itu, upaya pemberantasan harus lebih menyeluruh, tidak hanya menindak para penambang kecil, tetapi juga membongkar jaringan besar dalam perdagangan emas ilegal di wilayah ini.